Jadilah GILA..karena artinya Gali Ilmu Lalu Amalkan...

Jumat, 16 November 2012

Macam-macam Terapi Autis

ABA Therapy

Applied Behavior Analysis adalah ilmu tentang perilaku manusia, saat ini dikenal sebagai terapi perilaku. Selama lebih dari 30 tahun, ribuan penelitian yang mendokumentasikan tentang keefektifan pendekatan ini bagi banyak pihak (anak-anak dan orang dewasa yang sakit mental, gangguan perkembangan serta gangguan belajar).

Applied behavior analyisis adalah proses sistematis yang menerapkan intervensi berdasarkan prinsip-prinsip teori belajar untuk meningkatkan "perilaku sosial secara signifikan" sampai mencapai tingkat yang berarti, dan untuk menunjukkan kalau intervensi yang diterapkan bertanggung jawab akan perkembangan perilaku (Baer,Wolf & Risley, 1968; Sulzer-Azaroff & Mayer, 1991).

ABA berasal dari teori "Operant Conditioning" Ivan Pavlov seorang psikolog Rusia dan Teori "Classical Conditioning" dari E.L Thorndike.Teori ini dipergunakan pertama kali pada anjing percobaan dan prinisp teori ini berkembang menjadi Antecedent (kejadian yang mendahului) Behavior (perilaku yang diinginkan) dan Consequence (konsekuensi yang berupa hadiah atau hukuman).Ole Ivaar Lovaas seorang psikolog UCLA yang pertama kali menerapkan prinisp ABA pada manusia, kemudian dikenal sebagai metode Lovaas.

"Perilaku sosial signifikan" meliputi membaca, akademik,keterampilan sosial,komunikasi dan keterampilan hidup adaptif.
Keterampilan hidup adaptif meliputi motorik kasar, motorik halus, makan dan mempersiapkan makanan, BAK/BAB, berpakaian, kebersihan diri, keterampilan domestik, waktu dan ketepatannya, uang dan nilainya,rumah dan orientasi komunitas, serta keterampilan kerja.

Pendekatan ABA membantu penyandang autisme sedikitnya pada enam hal yaitu:
  1. Untuk meningkatkan perilaku (misal prosedur reinforcement/pemberian hadiah meningkatkan perilaku untuk mengerjakan tugas,atau interaksi sosial)
  2. Untuk mengajarkan keterampilan baru (misal,instruksi sistematis dan prosedur reinforcement mengajarkan keterampilan hidup fungsional, keterampilan komunikasi atau keterampilan sosial)
  3. Untuk mempertahankan perilaku (misal, mengajarkan pengendalian diri dan prosedur pemantauan diri dan menggeneralisasikan pekerjaan yang berkaitan dengan keterampilan sosial )
  4. Untuk mengeneralisasi atau mentransfer perilaku atau respon dari suatu situasi ke situasi lain (misal selain dapat menyelesaikan tugas di ruang terapi anak juga dapat mengerjakannya di ruang kelas)
  5. Untuk membatasi atau kondisi sempit dimana perilaku penganggu terjadi (misal memodifikasi lingkungan belajar)
  6. Untuk mengurangi perilaku penganggu (misal, menyakiti diri sendiri atau stereotipik).
Evaluasi keefektifan intervensi individual adalah komponen penting dalam program yang berdasarkan metodologi ABA. Proses ini meliputi:
  • Pemilihan perilaku penganggu atau defisit keterampilan perilaku
  • Identifikasi tujuan dan objektif
  • Penetapan metode pengukuran target perilaku
  • Evaluasi tingkat performance saat ini (baseline)
  • Mendisain dan menerapkan intervensi yang mengajarkan keterampilan baru dan atau mengurangi perilaku penganggu.
  • Pengukuran target perilaku secara terus-menerus untuk menentukan keefektifan intervensi dan
  • Evaluasi keefektifan intervensi yang sedang berlangsung, dengan modifikasi seperlunya untuk mempertahankan atau meningkatkan keefektifan dan efesiensi intervensi.
Table top activities adalah aktivitas yang dilakukan pada metode ini yaitu anak didudukan di kursi berhadapan dengan terapis, dan materi yang akan diajarkan diletakkan di atas meja.Bagi anak yang baru memulai terapi akan didampingi oleh prompter (terapis pembantu) yang bertugas untuk memandu anak.Mengingat anak belum familiar dengan pendekatan ini serta anak belum memiliki eye contact/kontak mata dan compliance/kepatuhan.Materi yang diajarkan berbentuk kartu bergambar atau visual support, karena anak autis kesulitan untuk menangkap pesan secara auditori.Latihan secara konsisten, terus-menerus akan membuahkan hasil, karena metode ini tidak bersifat instant diperlukan kerja keras dan kesabaran yang ekstra agar anak mendapatkan kemajuan yang signifikan.

Definisi Autisme, dan 7 Ciri Utama untuk Deteksi Dini pada Anak.

       "Huh, dasar autis...". Terkadang cemoohan itu dilontarkan kepada seseorang yang tingkah lakunya rada "aneh" atau "asik dengan dunianya sendiri".


         Kalimat seperti itu terasa menyakitkan di telinga dan hati orang yang peduli dengan anak penyandang autisme. Terutama bagi orang tua yang memiliki anak seperti ini, termasuk saya.  Hindarilah penggunaan kalimat itu. Memang terkadang orang mengucapkan kata-kata yang menyakitkan tanpa menyadarinya. Karena tidak mencoba merasakan bagaimana perasaan orang lain yang mereka cemooh.

    Hai orang-orang yang beriman janganlah suatu kaum mengolok-olok kaum yang lain [karena] boleh jadi mereka [yang diolok-olok] lebih baik dari mereka [yang mengolok-olok] dan jangan pula wanita-wanita [mengolok-olok] wanita-wanita lain [karena] boleh jadi wanita-wanita [yang diperolok-olokkan] lebih baik dari wanita [yang mengolok-olok] dan janganlah kamu mencela dirimu sendiri  dan janganlah kamu panggil memanggil dengan gelar-gelar yang buruk. Seburuk-buruk panggilan ialah [panggilan] yang buruk sesudah iman  dan barangsiapa yang tidak bertaubat, maka mereka itulah orang-orang yang zalim. (Q.S Al Hujurot :11)

   
       Tidak ada seorang pun di dunia ini yang bisa memilih, bagaimana keadaan mereka ketika dilahirkan di dunia ini. Apakah akan dilahirkan sebagai anak orang kaya, atau miskin ? ganteng, cantik atau burukrupa? normal atau ada kelainan?

       Janganlah mengolok-olok kekurangan orang lain. Bagaimana kalau hal yang tidak diinginkan itu terjadi pada kita? atau anggota keluarga kita? Allah Maha Kuasa membolak balik kan kehidupan seseorang. Sayangilah sesama makhluk Allah. Untuk itu kita perlu memahami mereka. Untuk lebih memahami anak penyandang autisme, ayo kita lihat definsi autisme.

       Autisme adalah gangguan perkembangan yang mempengaruhi cara seseorang untuk berkomunikasi dan berhubungan dengan orang lain. Penyandang autis tidak dapat berhubungan dengan orang lain secara berarti. Kemampuannya untuk membangun hubungan dengan orang lain terganggu karena ketidak mampuannya untuk berkomunikasi dan untuk mengerti perasaan orang lain.

       Penyandang autis memiliki gangguan pada:
a. Interaksi sosial (kesulitan dalam menjalin hubungan sosial).
b. Komunikasi (kesulitan dengan komunikasi verbal maupun non verbal, sebagai contoh, tidak mengerti  arti dari gerak tubuh, ekspresi muka atau nada/warna suara).
c. Imajinasi (kesulitan dalam bermain dan berimajinasi, sebagai contoh, terbatasnya aktivitas bermain, mungkin hanya mencontoh dan mengikuti secara kaku dan berulang-ulang).
d. Perilaku. Pola perilaku cenderung repetitif dan resisten (tidak mudah mengikuti/menyesuaikan) terhadap perubahan pada rutinitas.
e. Rangsangan sensorik. Contohnya: ada anak yang sangat peka terhadap suara ataupun sentuhan.

       Tanda-tanda awal biasanya terjadi pada usia dini (sebelum usia tiga hingga lima tahun). "Dari studi lebih dari 20 tahun yang dilakukan Robins D dkk dalam 'The Modified Checklist for Autism in Toodlers, Journal of Autism and Development Disorders' ada 7 checklist yang bisa digunakan untuk mendeteksi autis secara dini".

       Tujuh (7) ciri utama untuk mendeteksi anak autisme, yaitu:
1. Apakah anak tersebut memiliki rasa tertarik pada anak-anak lain?
2. Apakah ia pernah menggunakan telunjuk untuk menunjukkan rasa tertariknya pada sesuatu?
3. Apakah ia bisa menatap mata anda lebih dari 1 atau 2 detik?
4. Apakah ia bisa meniru anda? Misalnya, bila anda membuat raut wajah tertentu, apakah ia menirunya?
5. Apakah ia memberi reaksi bila namanya dipanggil?
6. Bila anda menunjuk pada sebuah mainan di sisi lain ruangan, apakah ia melihat pada mainan tersebut?
7. Apakah ia pernah bermain 'sandiwara' misalnya berpura-pura berbicara di telepon atau berpura-pura menyuapi boneka?
Seorang anak berpeluang menyandang autis jika minimal 2 dari pertanyaaan diatas dijawab tidak.
"Tidak semua anak yang berpeluang menyandang autis memenuhi kriteria di atas. 7 ciri utama ini digunakan agar orangtua dan guru waspada untuk segera memeriksa dan mendiagnosa anak yang berpeluang autis kepada dokter terdekat,".

Modified Checklist for Autism in Toodlers bisa digunakan untuk mendeteksi gejala autis untuk anak usia 18 bulan atau sebelum 3 tahun. Bila orangtua sudah bisa mendeteksi gejala autisme secara dini maka mereka akan memiliki peluang yang semakin besar untuk membuat anaknya menjadi mandiri.

Dari definisi di atas bisa kita lihat bahwa "cuek" nya anak autis itu bukanlah disengaja. Bukan karena kurang sopan ataupun tidak menghargai orang lain.
       Saya punya kisah yang mengharukan dari seorang penyandang autisme ringan yang saya kenal. Ia teman SMP adik saya yang usianya sekarang berkisar 46 tahun. Saya ingat bahwa dulu, ketika SMP ia perilakunya menyebalkan, seenaknya sendiri, egois. Setelah berkeluarga dan memiliki anak, ternyata anaknya penyandang autisme. Suatu ketika ia membaca buku tentang autisme. Ia baru menyadari bahwa ia juga penyandang autisme ringan. Selama puluhan tahun ia atau pun orang tuanya tidak menyadari hal ini. Ia hanya merasa"stress" dengan perilakunya sendiri yang sulit menyesuaikan diri dengan lingkungan. Pada suatu seminar ia pernah ditanya "Bagaimana perasaannya ketika remaja menghadapi lingkungan dan permasalahan yang sulit ia mengerti?" Ia menjawab "Rasanya saya pengen bunuh diri".

       Jadi kalau kita bertemu dengan anak2 seperti ini cobalah untuk mengerti. mereka tidak minta dikasihani, karena hal ini membuat mereka manjadi lemah, tapi sayangilah mereka, pahamilah kesulitan yang mereka hadapi. Jangan dicemooh apalagi dikucilkan. Semoga mereka menjadi pribadi yang sabar, mandiri dan bahagia di dunia dan di akhirat nanti. Amin.

Mengenal Autisme

 Autisme berasal dari kata auto yang berarti sendiri. Penyandang Autisme seakan-akan hidup di dunianya sendiri. Istilah Autisme baru diperkenalkan sejak tahun 1943 oleh Leo Kanner, sekalipun kelainan ini sudah ada sejak berabad-abad lampau (Handojo, 2003).
Kartono (2000) berpendapat bahwa Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar keasyikan ekstrim dengan fikiran dan fantasi sendiri.
Supratiknya (1995) menyebutkan bahwa penyandang autis memiliki ciri-ciri yaitu penderita senang menyendiri dan bersikap dingin sejak kecil atau bayi, misalnya dengan tidak memberikan respon ( tersenyum, dan sebagainya ), bila di ‘liling’, diberi makanan dan sebagainya, serta seperti tidak menaruh perhatian terhadap lingkungan sekitar, tidak mau atau sangat sedikit berbicara, hanya mau mengatakan ya atau tidak, atau ucapan-ucapan lain yang tidak jelas, tidak suka dengan stimuli pendengaran ( mendengarkan suara orang tua pun menangis ), senang melakukan stimulasi diri, memukul-mukul kepala atau gerakan-gerakan aneh lain, kadang-kadang terampil memanipulasikan obyek, namun sulit menangkap.
Kartono (1989) berpendapat bahwa Autisme adalah cara berpikir yang dikendalikan oleh kebutuhan personal atau diri sendiri, menanggapi dunia berdasarkan penglihatan dan harapan sendiri dan menolak realitas, oleh karena itu menurut Faisal Yatim (2003), penyandang akan berbuat semaunya sendiri, baik cara berpikir maupun berperilaku.
Autisme adalah gangguan yang parah pada kemampuan komunikasi yang berkepanjangan yang tampak pada usia tiga tahun pertama, ketidakmampuan berkomunikasi ini diduga mengakibatkan anak penyandang autis menyendiri dan tidak ada respon terhadap orang lain (Sarwindah, 2002).
Yuniar (2002) menambahkan bahwa Autisme adalah gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain, sehingga sulit untuk mempunyai ketrampilan dan pengetahuan yang diperlukan sebagai anggota masyarakat. Autisme berlanjut sampai dewasa bila tak dilakukan upaya penyembuhan dan gejala-gejalanya sudah terlihat sebelum usia tiga tahun.
Yuniar (2002) mengatakan bahwa Autisme tidak pandang bulu, penyandangnya tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan. Perbandingan antara laki-laki dan perempuan penyandang Autisme ialah 4 : 1.
Dari keterangan diatas, maka dapat disimpulkan bahwa Autisme adalah gejala menutup diri sendiri secara total, dan tidak mau berhubungan lagi dengan dunia luar, merupakan gangguan perkembangan yang komplek, mempengaruhi perilaku, dengan akibat kekurangan kemampuan komunikasi, hubungan sosial dan emosional dengan orang lain dan tidak tergantung dari ras, suku, strata-ekonomi, strata sosial, tingkat pendidikan, geografis tempat tinggal, maupun jenis makanan.